CUCU NABI MUHAMAD HASAN BIN ALI BIN ABI THOLIB - Hasan bin Ali bin Abi Tholib (3-50 H) adalah putra sulung Ali bin Abu Talib dengan Fatimah putri Rasulullah SAW. Dia diangkat sebagai khalifah
sepeninggal ayahnya yakni Ali bin Abi Tholib. Dia lebih mengutamakan tidak berperang, menghindari
pertumpahan darah sesama muslim, untuk itu dia menyerahkan kursi ke
khalifahan kepada Muawiah sampai dia meninggal dunia di Madinah.
Riwayat Hidup Al-Hasan dan Wafatnya
Beliau dilahirkan pada bulan Ramadlan tahun ke-3 Hijriyah menurut
kebanyakan para ulama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar. (lihat
Fathul Bari juz VII, hal. 464)
Setelah ayah beliau Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu terbunuh, sebagian kaum muslimin membai’at
beliau, tetapi bukan karena wasiat dari Ali. Berkata Syaikh Muhibbudin
al-Khatib bahwa diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnyajuz ke-1
hal. 130 -setelah disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib akan terbunuh-
mereka berkata kepadanya: “Tentukanlah penggantimu bagi kami.” Maka
beliau menjawab: “Tidak, tetapi aku tinggalkan kalian pada apa yang
telah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam….” Dan
disebutkan oleh beliau (Muhibuddin Al-Khatib) beberapa hadits dalam
masalah ini. (Lihat Ta’liq kitab Al-’Awashim Minal Qawashim, Ibnul
Arabi, hal. 198-199). Tetapi setelah itu Al-Hasan menyerahkan
ketaatannya kepada Mu’awiyah untuk mencegah pertumpahan darah di
kalangan kaum muslimin.
Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dalam kitab As-Shulh dari Imam Al-Hasan Al-Bashri, dia berkata:
-Demi Allah- Al-Hasan bin Ali telah menghadap Mu’awiyah beserta beberapa
kelompok pasukan berkuda ibarat gunung, maka berkatalah ‘Amr bin ‘Ash:
“Sungguh aku berpendapat bahwa pasukan-pasukan tersebut tidak akan
berpaling melainkan setelah membunuh pasukan yang sebanding dengannya”.
Berkata kepadanya Mu’awiyah -dan dia demi Allah yang terbaik di antara
dua orang-: “Wahai ‘Amr! Jika mereka saling membunuh, maka siapa yang
akan memegang urusan manusia? Siapa yang akan menjaga wanita-wanita
mereka? Dan siapa yang akan menguasai tanah mereka?” Maka ia mengutus
kepadanya (Al-Hasan) dua orang utusan dari Quraisy dari Bani ‘Abdi
Syams Abdullah bin Samurah dan Abdullah bin Amir bin Kuraiz, ia berkata:
“Pergilah kalian berdua kepada orang tersebut! Bujuklah dan ucapkan
kepadanya serta mintalah kepadanya (perdamaian -peny.)” Maka keduanya
mendatanginya, berbicara dengannya dan memohon padanya…) kemudian di
akhir hadits Al-Hasan bin Ali meriwayatkan dari Abi Bakrah bahwa dia
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar dan
Hasan bin Ali di sampingnya beliau sesaat menghadap kepada manusia dan
sesaat melihat kepadanya seraya berkata :
َإِنَّ ابْنِى هَذَا
سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ
عَظِيْمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. (رواه البخارى مع الفتح
Sesungguhnya anakku ini adalah sayyid (penghulu), semoga
Allah akan mendamaikan dengannya antara dua kelompok besar dari
kalangan kaum muslimin. (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, juz V, hal.
647, hadits no. 2704)
Berkata Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah:
“….Al-Husein menyalahkan saudaranya Al-Hasan atas pendapat ini, tetapi
beliau tidak mau menerimanya. Dan kebenaran ada pada Al-Hasan
sebagaimana dalil yang akan datang….” (lihat AlBidayah wan Nihayah, juz
VIII hal. 17). Yang dimaksud oleh beliau adalah dalil yang sudah kita
sebutkan di atas yang diriwayatkan dari Abi Bakrah radhiyallahu ‘anhu.
Itulah keutamaan Al-Hasan yang paling besar yang dipuji oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka bersatulah kaum muslimin hingga
tahun tersebut terkenal dengan tahun jama’ah.
Yang mengherankan
justru kaum Syi’ah Rafidlah menyesali kejadian ini dan menjuluki
Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu sebagai ‘pencoreng wajah-wajah kaum
mukminin’. Sebagian mereka menganggapnya fasik sedangkan sebagian lagi
bahkan mengkafirkannya karena hal itu. Berkata Syaikh Muhibbudin
Al-Khatib mengomentari ucapan Rafidlah ini sebagai berikut: “Padahal
termasuk dari dasar-dasar keimanan Rafidlah -bahkan dasar keimanan yang
paling utama- adalah keyakinan mereka bahwa Al-Hasan, ayah, saudara dan
sembilan keturunannya adalah maksum. Dan dari konsekwensi kemaksuman
mereka, bahwa mereka tidak akan berbuat kesalahan. Dan setiap apa yang
bersumber dari mereka berarti hak yang tidak akan terbatalkan.
Sedangkan apa yang bersumber dari Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma
yang paling besar adalah pembai’atan terhadap amiril mukminin
Mu’awiyah, maka mestinya mereka pun masuk dalam bai’at ini dan beriman
bahwa ini adalah hak karena ini adalah amalan seorang yang maksum
menurut mereka. (Lihat catatan kaki kitab Al-Awashim minal Qawashim
hal. 197-198).
Tetapi kenyataannya mereka menyelisihi imam
mereka sendiri yang maksum bahkan menyalahkannya, menfasikkannya, atau
mengkafirkannya. Sehingga terdapat dua kemungkinan :
-
Pertama, mereka berdusta atas ucapan mereka tentang kemaksuman dua belas
imam, maka hancurlah agama mereka (agama Itsna ‘Asyariyyah).
-
Kedua, mereka meyakini kemaksuman Al-Hasan, maka mereka adalah para
pengkhianat yang menyelisihi imam yang maksum dengan permusuhan dan
kesombongan serta kekufuran. Dan tidak ada kemungkinan yang ketiga.
Adapun Ahlus Sunnah yang beriman dengan kenabian “kakek Al-Hasan”
shallallahu ‘alaihi wa sallam berpendapat bahwa perdamaian dan bai’at
beliau kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu bukti
kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan amal terbesar Al-Hasan
serta mereka bergembira dengannya kemudian menganggap AlHasan yang
memutihkan wajah kaum mukminin.
Demikianlah khilafah Mu’awiyah
berlangsung dengan persatuan kaum muslimin karena Allah Subhanahu wa
Ta ‘ala dengan sebab pengorbanan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu
yang besar yang dia -demi Allah- lebih berhak terhadap khilafah daripada
Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar
Ibnul Arabi dan para ulama. Semoga Allah meridlai seluruh para shahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada tahun ke 10 masa khilafah
Mu’awiyah meninggallah Al-Hasan radhiyallahu `anhu pada umur 47 tahun.
Dan ini yang dianggap shahih oleh Ibnu Katsir, sedangkan yang masyhur
adalah 49 tahun. Wallahu A’lam bish-Shawab. Ketika beliau diperiksa oleh
dokter, maka dia mengatakan bahwa Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu meninggal
karena racun yang memutuskan ususnya. Namun tidak diketahui dalam
sejarah siapa yang membunuhnya. Adapun ucapan Rafidlah yang menuduh
pihak Mu’awiyah sebagai pembunuhnya sama sekali tidak dapat diterima
sebagaimana dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi dengan ucapannya:
“Kami mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin karena dua hal:
Pertama, bahwa dia (Mu’awiyah) sama sekali tidak mengkhawatirkan
kejelekan apapun dari Al-Hasan karena beliau telah menyerahkan urusannya
kepada Mu’awiyah. Yang kedua, hal ini adalah perkara ghaib yang tidak
ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka bagaimana mungkin
menuduhkannya kepada salah seorang makhluk-Nya tanpa bukti pada zaman
yang berjauhan yang kita tidak dapat mudah percaya dengan nukilan
seorang penukil dari kalangan pengikut hawa nafsu (Syi’ ah). Dalam
keadaan fitnah dan Ashabiyyah, setiap orang akan menuduh lawannya dengan
tuduhan yang tidak semestinya, maka tidak mungkin diterima kecuali dari
seorang yang bersih dan tidak didengar darinya kecuali keadilan.”
(Lihat Al-Awashim minal Qawashim hal. 213-214)
Tuduhan Syi’ah
tersebut tidaklah benar dan tidak didatangkan dengan bukti syar’i serta
tidak pula ada persaksian yang dapat diterima dan tidak ada pula
penukilan yang tegas tentangnya.
Semoga Allah merahmati
Al-Hasan bin Ali dan meridlainya dan melipatgandakan pahala amal dan
jasa-jasanya. Dan semoga Allah menerimanya sebagai syahid. Amiin.
Inilah sejarah dan sedikit biografi cucu nabi Muhamad Hasan bin Ali bin Abi Tholib. Sekian, terimakasih atas kunjungan anda.
Title : CUCU NABI MUHAMAD HASAN BIN ALI BIN ABI THOLIB
Description : CUCU NABI MUHAMAD HASAN BIN ALI BIN ABI THOLIB - Hasan bin Ali bin Abi Tholib (3-50 H) adalah putra sulung Ali bin Abu Talib dengan Fatima...